Sabtu, 14 Agustus 2010

Ramadhan dan Pembelajaran Toleransi

Oleh Drs. Marijan


Manusia tidak dapat hidup sendirian di dalam masyarakat. Dia memerlukan orang lain dalam memenuhi keperluan hidupnya. Oleh karenanya manusia perlu bergaul. Dia pun wajib menjaga pergaulannya tetap berlangsung baik agar terasa enak. Untuk keperluan ini seseorang perlu mempunyai tenggang rasa atau dengan istilah lain toleransi.
Masyarakat yang menganut asas toleransi dalam hidupannya maka sikap tolong – menolong menjadi penghias kesehariannya. Hal ini pun dianjurkan dalam firman Allah SWT surat Al-Maidah ayat 2, yang artinya: “ Dan tolong – menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong – menolong dalam berbuat maksiat dosa dan pelanggaran .”
Toleransi artinya membiarkan orang lain untuk memenuhi haknya dan menunaikan kewajibannya sepanjang tidak mengganggu hak orang lain. Orang yang mempunyai sikap toleransi tidak akan mengganggu orang lain dalam memenuhi hak dan menunaikan kewajibannya. Orang yang menghalangi atau mengganggu hak dan kewajiban orang lain dikatakan tidak toleransi. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain merupakan kunci penerapan sikap toleransi. Dan sikap inilah sesungguhnya penterjemahan arti toleransi. Namun memaksakan kehendak masih sering mewarnai hubungan orang tua terhadap anaknya.
Bagaimana mengajarkan toleransi kepada anak ? Mudah, kuncinya semenjak kecil anak dilatih agar terbiasa melakukan hal-hal yang bernilai toleransi. Janganlah anak diakrabkan dengan kekerasan. Ciptakan keluarga yang di dalamnya selalu terkondisikan suasana damai. Anak yang setiap harinya menyaksikan suasana keluarga yang tidak tenteram, maka mustahil terbentuk menjadi seorang anak yang toleran. Sebaliknya keluarga rukun, damai dan bersatu akan mengantarkan anak ke dalam suatu pemahaman tentang toleransi.
Untuk itulah kedamaian keluarga perlu diupayakan. Anak akan bisa belajar menerapkan sikap toleransi dalam suasana keluarga tenteram, damai dan menyenangkan. Mengapa ? Anak cenderung akan meniru kedua orang tua yang berdampingan hidup rukun. Di dalam keluarga yang akrab dengan suasana damai terpancar dari sana kalimat-kalimat yang bernuansa toleransi. Anak pun akan akrab dengan kalimat-kalimat yang bernuansa toleransi. Pembelajaran melakukan tindakan toleransi hendaknya terus dibiasakan sehingga menjadi sikap kesehariannya. Pembelajaran ini dimuarakan pada keyakinan bahwa toleran adalah sikap yang dicintai Allah. Toleran merupakan sikap yang dicintai sesamanya. Teman-teman bermain agaknya merasa senang apabila tak ada teman lain yang membuat tidak aman dan tidak nyaman. Oleh karenanya, tanamkan pengertian bahwa Allah akan mencintai hamba-Nya sebagaimana mereka mencintai saudara-saudaranya. Mencintai saudara berarti mau bersikap toleran terhadapnya.
Dalam hubungan sosial antar populasi manusia di masyarakat tak dapat dihindari adanya strata kehidupan. Strata dimaksud adalah tingkatan status sosial seseorang yang didasarkan atas tata norma dalam masyarakat. Sebagai dasar adanya tingkatan strata tersebut adalah usia, jabatan, silsilah keluarga, kecerdasan, kekuasaan, kekayaan, sikap perilaku, dan jasa seseorang.
Seseorang yang berada di dalam strata yang lebih rendah mempunyai etika tatanan menghormat kepada orang yang berada di dalam strata lebih tinggi. Usia yang lebih muda sepantasnya menghormat kepada yang lebih tua. Seorang anak seharusnya menghormat plus berbakti kepada orang tuanya. Seorang bawahan sebaiknya menghormat kepada atasannya. Demikian juga kepada orang yang berjasa, kepada orang cerdik pandai, kepada orang yang bisa ditauladani sepatutnya kita berikan penghargaan berupa penghormatan. Nah, norma yang telah membumi ini perlu ditanamkan di dalam sanubari anak sehingga mau dan mampu mempertahankan budaya ini. Budaya yang demikian ini pun tidak hanya merupakan budaya lokal akan tetapi sejak jaman rasul.
Bulan suci Ramadhan ini, hendaknya lebih dibudayakan melalui berbagai kegiatan pada anak sehingga sikap toleransi berkembang dalam pemahaman dan penerapan pada pergaulannya. Mari kita bangun mulai dari pergaulan dalam keluarga, di masyarakat terlebih di sekolah, pembiasaan dan pembudayaan bertoleransi ditegakkan. Sekolah sebagai ajang latihan hidup hendaknya lebih peduli dalam penanaman karakter generasi masa depan termasuk sikap toleransi ini.

Drs. Marijan, praktisi pendidikan di SMPN 5 Wates
Kulon Progo Yogyakarta..